Training of Trainer Bahasa Isyarat di Kubu Raya Dorong Gerakan Inklusif
Program pelatihan Training of Trainer (ToT) Bahasa Isyarat yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya sejak Oktober lalu, dinyatakan selesai. Setelah melewati 12 pertemuan dengan 2 level penyelesaian, kelas perdana bahasa isyarat di Kalbar ini ditutup secara langsung oleh Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan.
“Mudah-mudahan dengan dua level, standarnya bisa memenuhi kebutuhan komunikasi bahasa sehari-hari. Harapan kita bahasa isyarat ini juga terus dikomunikasikan ke masyarakat lainnya,” ujar Bupati Muda.
Kelas pelatihan bahasa isyarat ini, lanjut Muda, merupakan langkah awal pemerintah Kabupaten Kubu Raya untuk membangun gerakan inklusif yang nyata dan bisa bermanfaat di masyarakat. Sekaligus langkah nyata komitmen pemkab mewujudkan sekolah inklusi, khususnya untuk difabel bisu tuli.
“Ada hal yang masih harus kita kejar yaitu sekolah inklusi. Kalau bicara inklusi, ini kan kita kejar pembiaran-oembiaran. Jadi jangan ada lagi pembiaran maupun ketidaksetaraan di masyarakat. Praktek ini bukan hanya formalitas. Tapi ini real. Kita ingin hal-hal seperti ini jadi potret untuk mengajak semua agar lebih peka sosial, sekaligus membangun dan menggerakkan semua hal ini,” jelasnya.
Ditambahkan Muda, ToT bahasa isyarat yang diprogramkan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ini direncanakan akan terus berlanjut. Perwakilan guru dari PAUD, SD, SMP dan SMA serta OPD di instansi Kubu Raya ini diharapkan dapat melatih guru-guru yang lainnya. “Kedepannya kita harapkan ada sekolah yang ditunjuk, bisa menerima anak dengan keterbatasan tuli dan bisu, sehingga semua anak mendapatkan kesempatan yang sama. Jangan sampai ada yang tidak sekolah,” katanya.
Begitu pula akses pelayanan publik lainnya, seperti layanan kesehatan dan sosial. Ia berharap, nantinya perwakilan dari dinas-dinas yang sudah dilatih, dapat melayani difabel bisu tuli tanpa juru bahasa pendamping.
“Supaya pergaulan mereka juga lebih luas, ketika masyarakat yang mengalami kendala atau perlu pelayanan datang ke dinas-dinas nantinya, tidak perlu ditemani orang, karena di dinas sudah ada yang melayani mereka dengan bahasa isyarat,” terang Muda.
Tidak Mudah
Faturahman, guru bahasa isyarat yang ditunjuk oleh Pubisindo menceritakan pengalaman dirinya mengajar dalam pelatihan ini. Ini merupakan kali pertama dirinya mengajar profesional sebagai guru bahasa isyarat. Tak mudah baginya untuk mengajar bahasa isyarat saat pertemuan pertama. Untungnya ia dibantu dan didampingi oleh juru bicara.
“Ini merupakan kendala sebagai seorang guru bahasa isyarat adalah ketika awal mengajar. Seringnya guru bahasa isyarat sulit memberikan pemahaman diawal pertemuan. Beberapa ada dibantu oleh juru bicara, namun ada juga yang bisa langsung memberikan tanpa dampingan juru bicara,” jelasnya dengan bahasa isyarat.
Dijelaskan Fatur, biasanya peserta didik dapat menguasai bahasa isyarat setelah menyelesaikan 3 level. Kira-kira diperlukan waktu 4 hingga 5 bulan.
“Kurikulum yang diberikan merupakan standar Pubisindo Indonesia,” ujar pria yang masih berstatus mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang ini.
Pengalaman yang sama juga dirasakan salah satu peserta ToT, Jaka. Saat pertama kali mengikuti kelas ini, dirinya mengaku sempat pesimis bisa menguasai bahasa isyarat ini. Namun metode pembelajaran yang diberikan oleh gurunya membuat dirinya semakin hari semakin menyukai belajar bahasa isyarat. Meski kadang ia suka mengeluh karna banyaknya kosakata yang harus dihafal.
“Namun seiring dengan pertemuan demi pertemuan, akhirnya menjadi terbiasa. Hingga akhirnya kami juga senang mempelajari bahasa ini. Kami sangat berterimakasih kepada Pemkab kuburaya yang memberikan kami kesempatan untuk belajar bahasa isyarat ini. Sekarang kami bisa berkomunikasi dengan teman-teman bisu tuli, setidaknya percakapan sehari-hari bisa kami mengerti,” ujarnya.