Eva Faja Ripanti Sosok Penting di Balik E-Learning UNTAN
Maret 2020, pandemi Covid-19 turut terjadi di Kalimantan Barat. Dampak luasnya, guna mencegah tingginya angka penularan kasus Covid-19, pemerintah memberlakukan belajar dari rumah dengan sistem daring. Tak terkecuali bagi segenap mahasiswa dan akademisi di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.
Oleh: Nina Soraya
Namun, siapa sangka kampus yang terletak di pusat Kota Pontianak tepatnya di Jalan Ahmad Yani Pontianak ini sudah menyiapkan amunisi untuk mendukung pembelajaran dalam jaringan (daring) tersebut. Untan sudah memiliki E-Learning UNTAN yang dipakai agar proses belajar mengajar tetap efektif dan efisien dengan 100 persen memafaatkan teknologi digital.
Untan sendiri seperti diketahui merupakan Perguruan Tinggi terbesar di Kalimantan Barat serta masuk dalam daftar universitas terbaik di Indonesia.
Eksisnya E-Learning UNTAN tak lepas dari tokoh perempuan satu ini. Yaitu Eva Faja Ripanti S.Kom MMSI Ph.D yang merupakan Dosen Fakultas Teknik Untan dan kini menjabat sebagai Ketua Pusat Pengembangan E-Learning Universitas Tanjungpura.
Eva menuturkan pemanfaatan E-Learning UNTAN sangatlah mudah. Dosen dan mahasiswa memanfaatkan metode pembelajaran digital dengan memanfaatkan jaringan internet serta web server sebagai infrastruktur utama. Sehingga proses belajar mengajar bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun asalkan ada koneksi internet.
“Misalkan untuk mahasiswa, mereka tinggal masuk ke situs e-learning.untan.ac.id. Selanjutnya memasukan akun masing-masing untuk login. Nantinya akan ada pilihan fakultas, lalu prodi dan semester hingga mata kuliah yang ingin diambil. Setiap dosen akan memberikan kode untuk kunci masuk pada E-Learning. Mahasiswa sudah siap mengikuti perkuliahan.”
“Dari situ mereka bisa melihat materi perkuliahan dalam bentuk video, PPT yang diberikan oleh dosen. Serta dosen juga bisa memberikan tugas pada mahasiswa di dalam tersebut. Semuanya bisa didapatkan dalam E-Learning UNTAN,” jelas Eva.
Begitu pula untuk dosen, bisa membuat kelas dan aktivitas perkuliahan. Selain itu, dosen berkesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan mahasiswanya melalui fasilitas chat di E-Learning, sehingga tidak mengurangi kualitas pertemuan antara dosen dengan mahasiswanya meskipun via dunia maya.
Dijelaskannya sistem e-learning dapat diimplementasikan dalam bentuk synchronous dan asynchronous. Untuk synchronous learning adalah interaksi yang berorientasi pada pembelajaran dan difasilitasi dengan instruksi secara langsung, real-time dan biasanya terjadwal.
Synchronous learning berbeda dengan kuliah biasa melainkan dengan memanfaatkan perangkat elektronik, khususnya komputer dan internet. Synchronous learning mengharuskan dosen dan mahasiswa mengakses internet secara bersamaan dengan waktu yang sama. Dosen dapat menyampaikan materi dengan media synchronous misalkan dengan memakai Google Meet. Jadi synchronous learning merupakan gambaran dari kelas nyata, namun bersifat maya (virtual) dan semua peserta didik terhubung melalui internet.
Sedangkan asynchronous berarti tidak pada waktu bersamaan. Mahasiswa dapat melakukan akses pembelajaran bisa kapan saja. Asynchronous learning populer dalam e-learning karena mahasiswa dapat mengakses materi pembelajaran dimanapun dan kapanpun.
Serta mahasiswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen atau tutor dengan waktu yang sudah ditentukan. Pembelajaran e-learning memiliki fitur-fitur yang bervariasi seperti tersedianya materi dalam bentuk video intruksional, animasi, dalam bentuk teks (Pdf), forum diskusi, chat, pra tes, kuis dan lain sebagainya.
Begitu menariknya resources yang sudah dimiliki Untan ini. Eva mengibaratkan E-Learning ini seperti rumah, sementara dirinya dan tim Pusat Pengembangan E-Learning Untan bertugas mengisi rumah tersebut dengan fitur-fitur yang bisa dimanfaatkan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pembelajaran.
Menurutnya kehadiran E-Learning UNTAN adalah solusi di tengah situasi pandemi yang belum mereda. Sebetulnya E-Learning UNTAN sudah dikenalkan pada 2014 silam. Ini merupakan bagian dari Learning Management System (LMS). Kala itu, UPT TIK Untan bertugas membuat platform tersebut. Hanya memang belum tersosialisasi dengan massif penggunaannya. Bahkan kala itu baru sekitar 50 kelas aktif atau baru 2 persen yang menggunakannya.
Barulah pada 2019, dibentuk Pusat Pengembangan E-Learning Universitas Tanjungpura yang berada di bawah nauangan Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) UNTAN. Eva dipercaya memimpinnya.
“Ini seperti jawaban dari kondisi semula, di mana kita enggan memakai teknologi. Nyaman dengan gaya masing-masing, tapi sekarang memakai teknologi digital malah menjadi tuntutan,” ujarnya.
Sejak 2019 pula, Eva mengintesifkan sosialisasi kepada 9 Fakultas di Untan dengan memberikan pelatihan, bimbingan teknis, mengajarkan pedoman pembelajaran daring. Akhirnya ini menujukkan hasil. Sudah ada 1000 kelas aktif memakai E-Learning UNTAN.
Dulunya, E-Learning UNTAN hanya diperuntukkan sebagai pendukung pembelajaran tradisional atau tatap muka. Sekarang justru menjadi kebutuhan terutama di era New Normal. Lewat sumber daya tersebut pula, proses dokumentasi pembelajaran bisa dimiliki. Hal ini tentunya bisa menjadi evaluasi untuk proses perbaikan.
Perempuan kelahiran Singkawang 1978 silam ini menuturkan alasannya begitu bersemangat dalam pengembangan E-Learning. Dia menilai platform tersebut memiliki manfaat yang besar bagi banyak pihak. Sebagai pendidik, lanjutnya maka ia berpikir ini menjadi kebutuhan untuk proses pembelajaran.
“Saya juga seorang yang spesifik pendidikannya di sistem informasi atau terkait dengan teknologi. Saya menganggap ini sebagai kontribusi saya di bidang keilmuan tersebut. Apalagi saya diberikan media tersebut, maka tugas saya untuk melaksanakannya,” kata Alumnus Universitas Gunadarma ini.
“Dengan saya ditugaskan di Pusat E-Learning, tentunya sebagai profesional, saya mesti melakukan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Karena ini amanah dan tanggungjawab yang diberikan,” kata Eva.
Dalam kesempatan tersebut, ia menceritakan tantangan dalam penerapan dan pengembangan E-Learning adalah kebutuhan ruang atau space yang lebih besar. Oleh karena untuk melayani user yang dalam jumlah banyak serta dengan berbagai keperluan mereka.
Misalkan saja, untuk satu kelas itu saja butuh tempat penyimpanan file yang besar. Karena di situ, mereka melakukan proses upload video dan lainnya.
“Bisa saja kita siasati dengan ukuran file yang diminimkan saat mengupload, atau strategi lainnya. Akan tetapi ini merupakan sebuah teknologi, syaratnya mesti cepat, karena bila lambat pasti bikin orang malas pakai. Makanya, kita mesti siapkan kebutuhan apa saja untuk menunjangnya,” terangnya.
Dia pun mengakui masih menemui “penolakan” E-Learning. Namun ia menganggap hal tersebut sebagai tantangan. Pasalnya, bisa jadi adanya kelemahan dalam penguasaan teknologi tersebut sehingga malas duluan untuk mecoba.
Tapi dengan begitu banyaknya civitas akademika yang telah menggunakan ini, tentu akan menjadi testimoni yang baik untuk pihak lainnya yang belum pakai untuk mencoba terlebih dahulu.
“Tujuan kita dengan adanya ini adalah efektivitas serta meningkatkan kualiatas pembelajaran,” urainya lebih lanjut.
Peraih gelar PhD dari Cranfield University Inggris ini telah menyiapkan sejumlah inovasi dalam dalam E-Learning UNTAN. Satu di antaranya memperbanyak modul yang bisa diakses seluruh civitas akademika di luar Untan. Link ini akan terkoneksi di SPADA DIKTI. Saat ini jumlanya baru 35 modul yang terdaftar di sana.
SPADA Dikti merupakan sebuah Learning Management System (LMS). Dalam SPADA Indonesia terdapat materi terbuka dimana materi terbuka sendiri merupakan kumpulan materi perkuliahan dalam format rekaman video kuliah dan dapat diakses secara gratis kapan saja, dari mana saja dan oleh siapa saja.
“Untan memiliki banyak expert sehingga modul pembelajaran sangat baik bila dipublikasikan dan bisa diakses seluruh mahasiswa di Indonesia. Hal ini juga baik bagi profil Untan di luar sana,” katanya.
Satu lagi LMS yang tengah diincar yakni membuat Open Course Ware (OCW). Dijelaskanya lewat OCW tersebut mampu menyimpan semua resources pembelajaran yang ada di Untan. Dengan harapan bisa diakses siapapun tidak hanya di Indonesia tapi bahkan diluar.
“Persiapan sudah kami mulai saat ini, memang ini targetnya jangka panjang karena semua persiapan harus dikawal, tapi arahnya memang ke sana,” ungkapnya.
Raih PHd di Akhir Masa Berlaku Visa
Sebagai pendidik, Eva pun tertantang untuk menempuh Pendidikan S3. Oleh karena meraih S3 adalah upaya berkontribusi pada perkembangan pengetahuan dan kualitas institusi perguruan tinggi.
Eva mendapatkan beasiswa DIKTI menempuh S3 di Cranfield University yang berada di Inggris pada 2013-2017. Dirinya pun sudah memperhitungkan secara matang dengan durasi VISA untuk belajar selama 3 tahun beberapa bulan tersebut, maka ia akan mampu menyelesaikan studinya di sana.
Jelang masa akhir studi, Eva mendapatkan kabar sang ibu tengah sakit, hingga ia memutuskan pulang ke Indonesia. Walaupun akhirnya, ia Kembali ke Inggris, Eva tetap memutuskan tidak memperpanjang masa berlaku VISA yang sudah nyaris habis tenggat waktunya pada Februari 2017.
“Saya dapat waktu sidang di tanggal 6 Februari 2017. Saya PD (percaya diri) saja, padahal yang Namanya sidang itu bisa saja tidak bisa langsung pulang. Tapi saya modal nekat dan sudah packing barang-barang untuk pulang ke Indonesia di hari itu juga. Bahkan saya sudah pegang tiket pulang ke Indonesia dengan jadwal penerbangan termalam,” kenangnya.
Usai sidang, Eva mesti menunggu pengumuman lalu dilanjutkan acara jamuan dan farewell yang dibuat teman-temanya dari Indonesia. Menurutnya ia pun mesti harus menempuh perjalanan dari Cranfield menuju Landon untuk terbang ke Indonesia. “Saya masih tidak percaya bisa selesai semuanya di hari itu,” ujarnya.
Eva menyelesaikan studi S3 dengan hasil riset tentang Circular Economy dan Supply Chain Management dan melakukan risetnya di Manufacturing Department, School of Aerospace, Manufacturing and Transport dengan judul risetnya A design reverse logistics operations based on circular economy values dengan supervisornya Dr Benny Tjahjono, dan Dr Ip-Shing Fan, dengan fokus di aerospace dan manufacturing.