Yayasan KEHATI Luncurkan Buku Tentang Tengkawang dan Peran Hutan Adat dalam Perekonomian Masyarakat
PONTIANAK – Yayasan KEHATI baru saja merilis sebuah buku berjudul Tengkawang: Pohon Kehidupan yang Penuh Manfaat. Buku ini merupakan hasil kolaborasi dalam program TFCA yang mendukung Institut Riset dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan (INTAN) dalam proyek Pengembangan Tata Usaha Tengkawang di Hutan Adat Pikul, Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, sejak tahun 2020.
Program ini juga melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DISLHK) Kalimantan Barat, BKSDA, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta lembaga masyarakat terkait.
Kegiatan bedah buku ini bertujuan untuk memperkenalkan peran strategis hutan adat yang berhubungan langsung dengan berbagai pemangku kepentingan, serta pentingnya implementasi bioprospeksi yang melibatkan banyak pihak.
penulis buku, Aseanty Pahlevi, menjelaskan bahwa karya ini mencerminkan pembelajaran dari upaya perlindungan terhadap tengkawang layar, yang diinisiasi oleh warga Desa Sahan di Kabupaten Bengkayang. Buku ini menggambarkan bagaimana masyarakat setempat menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan, dengan mengelola hasil hutan bukan kayu, khususnya tengkawang, yang menjadi hak kelola masyarakat adat.
Aseanty juga menyoroti bagaimana masyarakat adat mengenalkan produk tengkawang dan turunannya kepada masyarakat luas. Melalui inisiatif ini, mereka berhasil menghasilkan produk bernilai jual yang memberikan keuntungan ekonomi bagi keluarga di kawasan hutan.
“Saya berharap cerita dari Desa Sahan ini bisa menjadi dokumen hidup dan pelajaran berharga bagi masyarakat di desa lain yang memiliki komoditas serupa,” ungkapnya.
Kehati terus mendukung lembaga INTAN dalam upaya melestarikan tengkawang dan memproduksi turunannya dengan cara yang ramah lingkungan, sehingga tidak merusak alam dan hutan.
Direktur Program TFCA Kalimantan, Ir. Puspa Dewi Liman, dalam pemaparannya secara daring, menekankan bahwa dukungan pemerintah sangat berarti bagi pengembangan komoditas hasil hutan bukan kayu ini. Tengkawang diharapkan dapat menjadi komoditas khas Kalimantan Barat, khususnya Bengkayang, yang dapat dikembangkan di daerah lain. Sejak 2020, Kehati juga telah merumuskan blueprint dan policy brief yang menjadi pedoman pengembangan bioprospeksi di Indonesia.
Sebelum peluncuran buku ini, banyak masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat, yang belum mengetahui tengkawang sebagai komoditas unggulan. Bahkan, dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), pengertian tengkawang belum tercatat secara resmi. Tengkawang adalah salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan Kalimantan. Pada dekade 1980-an, tengkawang bahkan sempat menjadi komoditas ekspor unggulan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, melalui Bappeda, juga tengah mengumpulkan data untuk memperkaya literatur mengenai tengkawang. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa lemak yang terkandung dalam buah tengkawang memiliki manfaat kesehatan, setara dengan lemak nabati dari kelapa sawit. Potensi tengkawang sebagai produk hasil hutan bukan kayu diharapkan dapat membuka peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hutan, serta meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dengan adanya dukungan pemerintah yang memberikan ruang kelola kawasan hutan bagi masyarakat adat, diharapkan ekonomi berbasis sumber daya alam ini dapat berkembang secara berkelanjutan, selaras dengan pelestarian hutan dan keberlanjutan lingkungan.