Information for Malaysian student in the UK
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
In order to write the perfect blog post, you need to break your content up into paragraphs. While most blog posts use paragraphs, few use them well. Take the time to put links in your blog post…
PONTIANAK – Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) bersama Velox Kalbar menggelar kegiatan pembagian sembako untuk warga terdampak Covid-19. Kegiatan bertajuk ‘Mendukung Seluruh Upaya Pemerintah Dalam Penanggulangan Covid-19 dan Menolak Paham Radikalisme’ digelar Rabu (20/5)
Sumber : https://pontianakpost.co.id/jpk-velox-kalbar-bantu-warga-terdampak-covid-19/
Tak bisa disangkal, bahwa pengaruh media sosial cukup besar bagi perempuan. Di satu sisi media sosial memang bisa memudahkan hidup kita. Informasi yang serba ada, singkat dan cepat, membantu Anda untuk melek informasi. Namun, terlalu aktif di media sosial juga berbahaya bagi emosi kita. Ini bahayanya jika kita terlalu eksis di media sosial.
Sejak 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online, dan menggarisbawahi bahwa kekerasan dan kejahatan siber memiliki pola kasus yang semakin rumit.
Pada 2017, ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan.
Hal ini yang menjadi ulasan utama dalam workshop daring “Cara Aman Perempuan Bermedia Sosial” yang digagas PPMN yang menggandeng Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Senin (18/5/2020).
Founder Hoax Crisis Center (HCC) Borneo, Reinardo Sinaga, menyebutkan menurut riset yang dilakukan oleh firma kemanan digital, Norton, 76% dari 1.000 responden wanita yang berusia dibawah 30 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online atau Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
“Di antaranya, ajakan chat yang menggoda dan mengganggu di beberapa platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, BBM, dan lainnya,” ujarnya.
Aktivitas kekerasan berbasis Gender Online yang kerap terjadi adalah seperti pelanggaran privasi. Yang dilakukan dengan mengakses, menggunakan, memanipulasi dan menyebarkan data pribadi, foto atau video, serta informasi dan konten pribadi tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan.
Sumber : https://pontianak.tribunnews.com/2020/05/20/perempuan-rentan-jadi-korban-kekerasan-di-medsos-founder-hcc-borneo-bagi-tips-internet-aman
PONTIANAK– Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Aseanty Widaningsih Pahlevi melihat hingga saat ini, masih ada pihak yang menilai perempuan tergolong makhluk lemah, dan tidak mandiri, sehingga membuat masih banyak pihak yang menganggap perempuan diidentifikasi pada ranah atau pekerjaan rumah tangga saja.
Sementara, pada posisi berbeda lanjutnya, hierarki gender menempatkan laki-laki sebagai gender perkasa, selalu menang, bertanggung jawab. “Kontruksi gender dalam konteks patriarki membuat masih perempuan sulit untuk mengubah “takdirnya”,” katanya saat menjadi pemateri pada Workshop Perempuan dan Media, Jumat (14/2) di sekretariat Jurnalis Perempuan Khatulistiwa.
Menurutnya, stereotip yang melekat pada perempuan dan hierarki gender akhirnya menimbulkan persoalan baru yang terjadi pada masyarakat, sehingga melestarikan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan industri media.
“Isu perempuan sudah menjadi isu global, bagaimana seharusnya hal ini mendapat perhatian penting, tugas jurnalis adalah harus bisa mengemas isu ini menjadi isu populer,” jelasnya.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tanjungpura, Leo Prima yang menjadi salah satu narasumber dalam wokrshop tersebut mengatakan perspektif media terkait isu-isu perempuan cenderung mengedepankan tentang kekerasan serta sering terjadi kesenjangan.
“Fungsi media massa adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat, namun perempuan cenderung masih digunakan sebagai objek dalam media,” katanya.
Menurutnya, paradigma media masih menganggap isu terkait laki-laki masih penting. Padahal kata dia, kaum perempuan justru lebih banyak isu yang bisa diangkat.
“Sebanyak 60 persen pengguna media sosial adalah perempuan. Mereka mengakses sosmed secara implusif maupun kompulsif. Makanya saya menilai peran seharusnya isu-isu yang berkaitan dengan perempuan juga bisa didorong lebih baik lagi di media,” terangya.
Koordinator Workshop Perempuan dan Peran Media, Wati Susilawati, menambahkan, saat ini isu perempuan memang sangat penting untuk diangkat.
“Kami ingin membangun sinergitas dengan para aktivis dan media, sehingga dapat memberikan peran strategis dalam memberikan perubahan kepada masyarakat tentang perempuan,” ucap Wati.
Wati berharap, media memiliki kekuatan untuk melanggengkan beragam pandangan dan berupaya mendorong media agar menjadi lebih berkualitas dan sensitif gender, terutama perempuan.
Kata dia, saat ini media masih mengutamakan pemberitaan sensasional. “Makanya kami berharap engan adanya workshop ini media dianggap menjadi alat yang efektif untuk menyuarakan persoalan gender dan perlindungan perempuan,” pungkasnya.
Sumber : https://pontianakpost.co.id/dorong-penguatan-isu-perempuan-di-media/